Iran Punya Uranium, Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi mengungkapkan bahwa Iran masih memiliki cadangan uranium – yang cukup besar untuk menciptakan hingga sembilan bom nuklir, meskipun fasilitas nuklirnya sempat dihantam serangan dari Amerika Serikat (AS) dan Israel. Dalam laporan Al Jazeera yang mengutip wawancara CBS News pada Sabtu (28/6/2025), Grossi menjelaskan, meskipun sejumlah fasilitas penting Iran mengalami kerusakan akibat serangan, sebagian masih tetap beroperasi. Ia menyebut, pengayaan uranium bisa segera dimulai kembali dalam waktu dekat.
Iran Punya Uranium Berlimpah, Bisa Ciptakan 9 Bom Nuklir Lebih– Grossi juga menyoroti persediaan uranium yang telah diperkaya hingga 60%, atau hanya sedikit di bawah tingkat yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Jika Uranium itu dimurnikan lebih lanjut, kata Grossi, persediaan itu secara teoritis cukup untuk membuat lebih dari sembilan bom nuklir. Pernyataan Grossi ini disampaikan hanya beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengklaim serangan militer yang dilancarkan bulan ini telah berhasil menghambat program nuklir Iran untuk waktu yang sangat lama.
Iran Punya Uranium Berlimpah, Bisa Ciptakan 9 Bom Nuklir Lebih
Iran kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengungkap bahwa negara tersebut memiliki cadangan uranium yang diperkaya hingga level tinggi. Laporan ini menyebutkan bahwa cadangan uranium Iran cukup untuk membuat setidaknya sembilan bom nuklir. Temuan ini memicu kekhawatiran baru terkait stabilitas kawasan Timur Tengah dan ancaman proliferasi senjata nuklir secara global.
Cadangan Uranium Iran Mencapai Titik Mengkhawatirkan
Menurut data IAEA, Iran saat ini memiliki sekitar 4.800 kilogram uranium yang telah diperkaya pada berbagai level. Dari jumlah tersebut, sekitar 120 kilogram uranium telah diperkaya hingga 60% kemurnian, yang mendekati level yang dibutuhkan untuk senjata nuklir (sekitar 90%).
Sebagai perbandingan, untuk membuat satu bom nuklir, dibutuhkan sekitar 25 kilogram uranium dengan tingkat kemurnian 90%. Artinya, dengan cadangan uranium yang dimiliki sekarang, Iran berpotensi memproduksi lebih dari sembilan bom nuklir jika mereka memilih untuk memperkaya uranium tersebut hingga level senjata.
Sejarah Program Nuklir Iran
Program nuklir Iran dimulai pada tahun 1950-an dengan bantuan dari Amerika Serikat melalui program “Atoms for Peace”. Namun, sejak Revolusi Islam 1979, hubungan dengan Barat memburuk dan Iran mengembangkan program nuklirnya secara independen.
Pada awal 2000-an, muncul kekhawatiran global bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir secara diam-diam. Hal ini memicu serangkaian negosiasi panjang dan akhirnya lahirlah Perjanjian Nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) pada tahun 2015. Dalam perjanjian itu, Iran setuju untuk membatasi aktivitas pengayaan uranium dan membuka fasilitas nuklirnya untuk inspeksi internasional, sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi.
Namun, pada 2018, Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump secara sepihak menarik diri dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi keras terhadap Iran. Sebagai balasan, Iran mulai meningkatkan kembali level pengayaan uranium dan membatasi akses pengawas internasional.
Mengapa Uranium Diperkaya Menjadi Isu Krusial?
Uranium alam mengandung sekitar 0,7% uranium-235, isotop yang dapat digunakan dalam reaksi nuklir. Untuk keperluan pembangkit listrik tenaga nuklir, uranium biasanya diperkaya hingga 3-5%. Namun, untuk senjata nuklir, uranium harus diperkaya hingga sekitar 90%.
Proses pengayaan uranium adalah salah satu hambatan teknis terbesar dalam pembuatan bom nuklir. Dengan uranium yang sudah diperkaya hingga 60%, Iran sebenarnya telah menempuh sebagian besar jalan menuju bahan baku senjata nuklir.
Respon Internasional
Banyak negara, termasuk Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Israel, telah menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap temuan IAEA ini. Israel secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir dan bahkan telah beberapa kali dituduh melakukan sabotase terhadap fasilitas nuklir Iran.
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya mendorong agar negosiasi nuklir dengan Iran dilanjutkan. Namun, kondisi geopolitik yang rumit, termasuk perang proksi di Timur Tengah dan hubungan yang tegang antara Iran dan negara-negara Teluk, menyulitkan tercapainya kesepakatan baru.
Dampak Potensial Jika Iran Memiliki Senjata Nuklir
Jika Iran benar-benar mengembangkan dan memiliki senjata nuklir, akan terjadi perubahan besar dalam keseimbangan kekuatan di Timur Tengah. Negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, dan Mesir kemungkinan akan terdorong untuk mengembangkan program senjata nuklir mereka sendiri, memicu perlombaan senjata yang berbahaya.
Selain itu, keberadaan senjata nuklir di tangan Iran dapat meningkatkan risiko konflik besar di kawasan tersebut. Israel, yang diyakini juga memiliki persenjataan nuklir meski tidak diakui resmi, bisa saja melakukan serangan preventif. Situasi ini dapat memicu perang regional yang lebih luas dan berdampak pada stabilitas ekonomi global, terutama terkait pasokan minyak.
Solusi dan Upaya Pencegahan
Beberapa langkah diplomatik sedang diupayakan untuk meredam ketegangan. Uni Eropa dan PBB mendesak agar Iran kembali mematuhi batasan pengayaan uranium sesuai JCPOA. Selain itu, berbagai negara menawarkan insentif ekonomi agar Iran bersedia menurunkan level pengayaan uranium dan memperluas akses bagi pengawas internasional.
Diplomasi dianggap sebagai jalan terbaik untuk mencegah berkembangnya krisis lebih lanjut. Namun, proses ini menghadapi tantangan besar, termasuk faktor politik domestik di Iran dan tekanan dari kelompok garis keras yang menginginkan Iran memiliki kemampuan nuklir sebagai “jaminan keamanan”.
Kesimpulan
Cadangan uranium Iran yang melimpah dan kemampuan teknis yang terus berkembang telah menimbulkan kekhawatiran serius di tingkat global. Dengan potensi menciptakan lebih dari sembilan bom nuklir. Negara Iran kini berada di persimpangan: apakah akan melanjutkan jalur diplomasi atau memilih jalur konfrontasi.
